Sego Megono Mak InahTangis bayi mem

Sego Megono Mak Inah
Tangis bayi memecah keheningan Desa Sidasari. Dedaunan hijau subur pemberi keindahan desa. Pohon-pohon seakan melambai-lambai ke arah rumah kecil itu. “Cah ayu Arini Endah, sudah bangun Nak.” Panggil Inah. Tangisan bayi yang tengah berumur 2 minggu itu selalu seperti petir yang menghantam kepala Sutego, suaminya. “Oalah bayi kerjaane mung nangis terus.” Katanya sambil menggebrak meja. “Braaakk!” Suara itu membuat Rini semakin merengek nangis. Memang, semenjak kelahiran anaknya, Karno semakin senang berfoya-foya. Ia seperti merasa tidak bahagia dengan kelahiran bayinya yang cantik nan jelita.
Hari demi hari terlewati sudah dengan tawa dan tangisan Rini yang kini telah beranjak balita. Ibunya amat senang melihat anaknya yang sangat ceria itu. Namun Kirno suaminya,telah pergi entah kemana dari rumah. Kini Inah hanya hidup berdua bersama anaknya dalam rumah kecil tersebut.
Tibalah waktu Rini untuk bersekolah di sekolah dasar. Kini ia duduk di bangku kelas 5 SD. Rini tumbuh menjadi gadis yang cantik, pintar, tegas, dan baik hati. Namun selama berada di sekolah, ia selalu menjadi bahan ejekan teman-temannya. “hahaha dasar anak miskin yang tak punya ayah!” Kata-kata itu selalu terdengar oleh Rini.